Gagasan dalam pemikiran Tjokroaminoto mengenai kebangsaan dan kebudayaan melampaui perkembangan zaman sehingga diperlukan upaya untuk merawat ide dan gagasan tersebut melalui Pusat Kajian Kebudayaan di Yogyakarta yang disinergikan dengan keberadaan Museum Tjokroaminoto di Surabaya. Sinergi tersebut diharapkan mampu merawat pemikiran dan perjuangan sekaligus peninggalan Tjokroaminoto sebagai Guru dari para Bapak Bangsa.

Bulan Agustus tidak hanya menjadi bulan kelahiran Bangsa Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan, melainkan menjadi bulan kelahiran salah satu Guru Bangsa dan Raja tanpa Mahkota, Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto yang dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1883. Beliau menjadi seorang Pahlawan Nasional sekaligus menjadi salah satu pelopor pergerakan dan guru para pemimpin besar di Indonesia. Berbagai macam ideologi bangsa Indonesia kala itu lahir dari gagasan pemikiran beliau. Kediamannya di daerah Peneleh, Surabaya merupakan saksi rekam jejak, kisah dan sejarah perjuangan bangsa dimulai. Kediaman beliau yang dahulu menjadi tempat tinggal Soekarno, Alimin, Darsono, Kartosuwiryo, Agus Salim, dan tokoh muda pergerakan nasional lainnya seakan menjadi laboratorium tempat berbagai pemikiran “dibedah” hingga berkembang menjadi paham kebangsaan. Tempat bersejarah ini kemudian diresmikan sebagai Museum HOS Tjokroaminoto pada 27 November 2017 oleh Pemerintah Kota Surabaya. Namun demikian, tulisan dan karya yang memuat ide serta gagasannya belum terinventarisir dengan baik.

Nilai-nilai kehidupan yang saat ini dikenal sebagai bagian dari nilai-nilai Revolusi Mental, seperti Etos Kerja, Gotong-Royong, dan Integritas sangat dipegang teguh oleh Tjokroaminoto dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang kepala keluarga, pemimpin organisasi Sarekat Islam yang terbesar di Hindia Belanda kala itu, dan guru bagi para pemuda revolusioner, Tjokroaminoto senantiasa memberikan contoh untuk memiliki etos kerja yang tinggi, selalu melakukan gotong royong untuk melakukan berbagai hal, dan menjunjung tinggi integritas. Hasilnya, organisasi yang beliau pimpin menjadi organisasi terbesar dan berhasil menyiapkan calon pemimpin masa depan. Tak heran bila beliau mendapat julukan Raja Jawa tanpa Mahkota dari Pemerintah Hindia Belanda dan Guru Bangsa dari handai taulan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Kini, bangunan fisik peninggalan Sang Guru Bangsa telah menjadi Museum di Surabaya. Namun, ide dan gagasan mengenai paham kebangsaan dari Sang Raja tanpa Mahkota perlu dirawat dan dilestarikan. Empat langkah strategis kebudayaan yang terdiri dari pelindungan, pengebangan, pemanfaatan, dan pembinaan menjadi solusi dalam upaya merawat dan melestarikan pemikiran beliau. Salah implementasi yang akan dilakukan dengan mengacu pada langkah strategis tersebut adalah membentuk Pusat Kajian Kebudayaan di sebuah kampus yang menyandang nama beliau, yaitu Universitas Cokroaminoto Yogyakarta.

Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) merupakan salah satu perguruan tinggi yang turut menyandang nama pahlawan nasional HOS Tjokroaminoto, dengan nilai-nilai perjuangan Sarikat Islam menjadi inspirasi dalam kegiatan pengajaran. Kehidupan personal hingga totalitas Tjokroaminoto di kancah organisasi sejak tahun 1912 telah menjadi peta awal penuntun Indonesia sebagai negara berdaulat di tahun 1945. Beranjak dari hal tersebut UCY pada tahun 2019 melakukan Diskusi Publik bertajuk Membedah Pemikiran HOS Tjokroaminoto yang melibatkan mahasiswa dengan tujuan agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa mengetahui sejarah pemikiran beliau dan tergerak melakukan perubahan melalui gagasan dari pemikiran Sang Guru Bangsa.

Gagasan kebangsaan dan nilai-nilai kehidupan yang telah ditanamkan oleh Tjokroaminoto perlu dirawat melalui pembentukan Pusat Kajian Kebudayaan yang di dalamnya secara khusus membedah pemikiran Tjokroaminoto sehingga mampu “menyiapkan jalan” sekaligus mendidik pemimpin masa depan. Saat ini di UCY terdapat Cokroaminoto Corner yang telah mendapatkan akreditasi dari Perpustakaan Nasional. Keberadaan Cokroaminoto Corner ini perlu dikembangkan menjadi Pusat Kajian Kebudayaan sehingga upaya pemajuan kebudayaan melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan pemikiran Sang Guru Bangsa dapat diimplementasikan. Dengan demikian, fisik Museum Tjokroaminoto di Surabaya tetap terawat dan pemikiran kebangsaan Tjokroaminoto melalui Pusat Kajian Kebudayaan di Yogyakarta tetap berkembang. Mengutip perkataan Tjokroaminoto, sebersih-bersih tauhid, setinggi-tinggi ilmu, sepandai-pandai siasah.