Akhir-akhir ini banyak seruan di media sosial mengenai pentingnya berjemur sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjangkitnya covid-19 karena dikabarkan bahwa virus ini akan mati akibat paparan sinar ultraviolet dan suhu tinggi.  Meskipun demikian, belum ada bukti ilmiah yang mendukung efektivitas paparan sinar matahari terhadap angka kejadian covid-19. Studi ilmiah yang ada saat ini menegaskan bahwa sinar ultraviolet (UV-C) efektif digunakan untuk disinfeksi permukaan benda padat, air, dan udara dimana penggunaannya harus melalui pengawasan ketat dan prosedur keamanan khusus karena paparan UV-C secara langsung dapat menyebabkan luka bakar dan kerusakan retina pada mata. Mengetahui fakta tersebut, muncul pertanyaan: “Apakah berjemur memang bermanfaat, atau justru berbahaya bagi kesehatan?

Dalam kehidupan sehari-hari, sinar matahari memancarkan sinar ultraviolet, cahaya, dan panas yang direduksi oleh lapizan ozone, uap air, oksigen, dan karbondioksida yang ada di atmosfer. Sinar ultraviolet (UV) merupakan spektrum radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari dimana memiliki panjang gelombang yang berbeda:

  1. UV-A memiliki panjang gelombang 315 – 400 nanometer
  2. UV-B memiliki panjang gelombang 280 – 315 nanometer
  3. UV-C memiliki panjang gelombang 100 – 280 nanometer

Lapisan atmosfer bumi mereduksi kurang lebih 90% UV-B dan UV-C, tetapi tidak signifikan dalam mereduksi UV-A yang dipancarkan oleh matahari. Sehingga permukaan bumi paling banyak menyerap UV-A dan sedikit komponen UV-B.

Dibawah ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi paparan sinar ultraviolet:

  1. Ketinggian matahari

Level pancaran radiasi UV ini bervariasi setiap hari di sepanjang tahun karena sangat dipengaruhi oleh posisi dan ketinggian matahari sebagai akibat dari rotasi dan revolusi bumi terhadap matahari. Semakin tinggi posisi matahari di langit saat siang hari, semakin tinggi paparan radiasi sinar ultraviolet

2. Letak astronomis suatu daerah

Semakin dekat dengan ekuator, radiasi sinar UV semakin tinggi karena pengaruh sudut sinar matahari yang jatuh tegak lurus di daerah ekuator.Ilustrasi seperti gambar dibawah ini

3. Letak geografis suatu daerah

Semakin tinggi suatu daerah, maka radiasi sinar UV semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suatu tempat, semakin tipis lapisan atmosfer yang melindungi dari paparan sinar matahari. Setiap kenaikan 1000 meter, level UV naik sebesar 10-12%

4. Posisi Awan

Awan berperan penting sebagai perisai sinar UV sebelum mencapai permukaan bumi karena setiap tetes air yang terkandung pada awan dapat memantulkan kembali sinar UV. oleh karena itu saat langit cerah dan tidak berawan, level paparan UV lebih tinggi.

5. Lapisan Ozone

Ozone merupakan gas yang terdiri dari tiga molekul oksigen yang dihasilkan secara alami di lapisan stratosfer. Gas ini berfungsi untuk menyerap radiasi UV sebelum mencapai permukaan bumi.

6. Pantulan oleh permukaan bumi (Ground reflection)

Begitu sinar matahari mencapai permukaan bumi, maka akan dipantulkan kembali secara bervariasi sesuai dengan kondisi yang ada. Misalnya, pada permukaan bumi yang tertutup oleh salju, maka sekitar 80% sinar UV akan dipantulkan kembali, sedangkan pada permukaan pasir pantai yang kering sinar UV akan dipantulkan kembali kurang lebih sebesar 15%.

Sinar UV yang mencapai permukaan bumi memiliki beberapa manfaat kesehatan. Paparan ini dalam jumlah kecil sangat penting dalam pembentukan vitamin D di lapisan epidermis kulit dimana vitamin D ini memiliki peran utama dalam penyerapan kalsium dan fosfor untuk pembentukan tulang. Selain itu, fungsi lain yang tidak kalah penting adalah peran vitamin D dalam meningkatkan sistem imun. Vitamin D memiliki reseptor pada sel-sel imunitas tubuh, termasuk makrofag, sel dendrit, sel B dan sel T. Secara umum, dapat dikatakan bahwa adanya vitamin D berperan dalam stimulasi respon imun bawaan (innate immune response) dan respon imun adaptif (adaptive immunity). Selain itu, beberapa studi epidemiologi mendukung adanya hubungan antara sistem imun dan vitamin D. Studi tersebut menjelaskan bahwa defisiensi vitamin D berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi  Mycobacterium tuberculosis (bakteri penyebab penyakit tuberculosis) dan penyakit infeksi pernafasan lain. Defisiensi vitamin D juga meningkatkan risiko penyakit autoimun seperti systemic lupus erythematosus, multiple sclerosis, inflammatory bowel disease, dan rheumatoid arthritis. Saat ini para ahli terus melakukan riset untuk mempelajari lebih lanjut tentang efek vitamin D terhadap imunitas tubuh dan penyakit infeksius lain.

Walaupun sinar ultraviolet memiliki banyak manfaat, namun paparan secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. UV-A dan UV-B dapat menstimulasi pigmen melanin yang sudah ada sebelumnya di kulit lapisan atas sehingga menyebabkan perubahan warna kulit menjadi lebih gelap. Paparan UV-A secara berlebih bahkan dapat mempengaruhi lapisan kulit yang lebih dalam sehingga menyebabkan berkurangnya elastisitas dan kerutan pada kulit. Disamping itu, UV-B menstimulasi sel kulit untuk mempertebal epidermis sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk menghambat absorbsi sinar ultraviolet melalui kulit. Paparan UV-B terlalu lama juga dapat menyebabkan sunburn (luka bakar akibat sengatan matahari). Pajanan ultraviolet terus menerus dalam jangka panjang juga meningkatkan risiko kanker kulit karena sinar ultraviolet dapat meningkatkan stress oksidatif pada sel kulit sebagai akibat dari kerusakan DNA. Dampak paparan sinar ultraviolet secara langsung tidak hanya berbahaya bagi kulit, tetapi juga menyebabkan kerusakan pada retina mata. Jika sebelumnya disampaikan bahwa paparan UV dalam jumlah kecil dapat meningkatkan sistem imun melalui mekanisme stimulasi vitamin D, maka pada paparan UV berlebih (terutama UV-B) justru dapat menurunkan sistem imun karena dapat menghambat reaksi terhadap antigen, menstimulai mediator kimia yang menyebabkan imunosupresi, dan menyebabkan apoptosis (kematian terprogram) leukosit (sel darah putih).

Mempertimbangkan aspek manfaat dan dampak dari paparan sinar matahari, ada baiknya Anda melakukan hal dibawah ini saat melakukan sunbath sesuai anjuran WHO:

  1. Batasi waktu

Sinar UV mencapai kadar maksimum pada pukul 10.00 – 16.00 akibat posisi matahari yang mempengaruhi sudut cahaya. Oleh karena itu, batasi paparan sinar matahari pada jam-jam tersebut. Durasi berjemur yang disarankan adalah kurang lebih 15 menit saja, karena paparan sinar matahari lebih dari 20 menit akan meningkatkan risiko pigmentasi kulit dan sunburn.

2. Perhatikan UV index

Environmental Protection Agency (EPA) dan National Weather Service (NWS) telah mengembangkan alat ukur yang disebut dengan UV index untuk memperkirakan paparan sinar ultraviole. Semakin tinggi angka UV index, maka semakin tinggi potensial sinar UV dalam menyebabkan kerusakan kulit dan mata. Tabel dibawah ini menunjukkan UV index dan tingkatannya.

Anda dapat memantau UV index secara online pada https://www.weatheronline.co.uk/Indonesia/Jakarta/UVindex.htm . Untuk saat ini, kisaran UV index di Jakarta dan sekitarnya adalah 10 artinya paparan sinar ultraviolet sangat tinggi. Oleh karena itu setiap individu harus memperhatikan aspek keamanan untuk mencegah berbagai masalah kesehatan akibat sengatan matahari.

3. Gunakan pakaian yang dapat melindungi diri dari paparan UV berlebih

Penggunaan penutup kepala, topi, baju berlengan, serta kacamata khusus (sunglasses) merupakan pelindung diri yang efektif untuk mencegah paparan UV yang berlebih. Penggunaan pakaian berbahan dasar kaos berwarna cerah dan longgar sangat disarankan.   Anda tidak perlu membuka baju saat berjemur, karena sesungguhnya tubuh kita hanya sedikit memerlukan paparan sinar UV ini.

4. Gunakan tabir surya  (sunscreen)

Tabir surya atau Sunscreen berfungsi untuk melindungi kulit karena mengandung bahan kimia yang dapat menahan dan memantulkan kembali sinar UV sehingga tidak terserap oleh kulit. Sunscreen dikategorikan berdasarkan kandungan Sun Protection Factor (SPF) dimana kadar SPF ini dapat melindungi kulit dari paparan sinar matahari dan kapan Anda harus mengoleskan kembali pada kulit. Sebagai contoh: dalam keadaan normal, sengatan matahari terjadi setelah paparan terus menerus selama 20 menit. Jika Anda menggunakan sunscreen dengan SPF 15, maka anda akan terproteksi selama kurang lebih 300 menit. Setelah 300 menit, Anda harus mengoleskan kembali sunscreen tersebut. Perhitungan ini berasal dari 15 (nilai SPF) x 20 menit (nilai rerata). Sebagai perhatian, semakin cerah warna kulit seseorang, maka semakin cepat reaksinya terhadap paparan sinar matahari, sehingga memiliki risiko lebih tinggi terhadap sunburn. Oleh karena itu, pada individu dengan kulit lebih cerah harus lebih sering mengaplikasikan sunscreen.

Orang yang memiliki kulit berwarna cerah, tinggal di dataran tinggi, dan pekerja outdoor disarankan untuk menggunakan sunscreen dengan kadar SPF lebih dari 15. Untuk mendapatkan proteksi optimal, Anda dapat mengoleskan sunscreen kurang lebih 30 menit sebelum kegiatan outdoor, dan segera oleskan kembali setelah aktivitas tertentu misalnya berenang. Warna kulit bukanlah alasan untuk tidak memakai sunscreen, apapun warna kulit Anda, memakai sunscreen merupakan hal yang sangat penting.

Perlu diingat, obat-obatan tertentu juga dapat meningkatkan risiko sensitivitas kulit terhadap sinar matahari, misalnya pil KB, diuretic, antihistamin, dan antidepresan. Selain itu, beberapa individu juga dapat mengalami alergi terhadap sunscreen. Oleh karena itu, lakukan tes alergi dengan cara mengoleskan sedikit sunscreen pada tangan dan tunggu reaksinya dalam beberapa jam. Jika terlihat tanda-tanda alergi seperti gatal, merah, dan bengkak, Anda dapat konsultasi dengan dermatologist untuk mendapatkan rekomendasi sunscreen yang sesuai untuk kulit sensitif.

5. Hindari penggunaan alat tanning

Sinar UV yang diperlukan tubuh cukup didapatkan dari sinar matahari secara alami. Penggunaan alat tanning seperti sunbeds dan sunlamps sangat tidak dianjurkan karena sangat berbahaya bagi kesehatan kulit dan mata.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui manfaat dan dampak sinar matahari terhadap kesehatan, sehingga kita dapat melakukan langkah preventif untuk mencegah masalah kesehatan yang dapat terjadi.

Penggunaan tabir surya tidak hanya diperuntukkan bagi kaum wanita,

karena pria memiliki risiko yang sama.

Enjoy the sun, but enjoy it safely*.

Salam cerdas kontributif!

References:

American Skin Association. “Sun Safety”. http://www.americanskin.org/resource/safety.php . Last Update is not available. Accessed on 14 April 2020

International Ultraviolet Association. “IUVA Fact Sheet: UV Disinfection for Covid-19” http://www.iuva.org/COVID-19 last update is not available. Accessed on 12 April 2020

L. Pierret, M. Suppa, S. Gandini, et.al. Overview on vitamin D and sunbed use.” JEADV Journal Vol 33 (Suppl. 2), 28–33. 2019

Shir Azrielant and Yehuda Shoenfeld. “Editorials: Vitamin D and the Immune System”. IMAJ Journal vol 19. 2017.

Thomas Schwarz. “Mechanisms of UV-induced immunosuppression”. Journal of Keio J Med.Vol. 54 (4): 165–171. 2005.

World Health Organization. “Ultraviolet Radiation” https://www.who.int/uv/sun_protection/en/  last update is not available. Accessed on 12 April 2020.

*) Cancer Council of Victoria, Australia